Refleksi Banjir Sumatra, LDII Jakarta Serukan Dakwah Ekologis Atasi Ancaman Tenggelamnya Ibu Kota

Jakarta (9/12). Bencana hidrometrologi yang terjadi di di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat membuat Kementerian Haji dan Umrah RI yang menunda seleksi petugas serta merelaksasi pelunasan BPIH bagi korban banjir. Ini menjadi alarm keras bagi masyarakat Indonesia karena arena terbukti mampu melumpuhkan sendi kehidupan dan ibadah.

Musibah banjir besar di tiga wilayah tersebut, menurut Wakil Menteri Haji dan Umrah RI, Dahnil Anzar Simanjuntak, juga harus menjadi pendorong dakwah ekologis bagi ormas-ormas Islam. Menurut Dahnil, musibah ini seharusnya menjadi momentum refleksi nasional terkait perawatan alam. Ia menegaskan menjaga lingkungan itu fardhu ‘ain bukan fardhu kifayah, maka semua orang punya tanggung jawab.

“Keterlibatan lembaga-lembaga agama sangat penting dalam membangun kesadaran ekologis Masyarakat dan Harus ada koreksi dari kita. Komitmen merawat alam, hutan, sungai. Saya ormas keagamaan Islam seperti LDII, Muhammadiyah, NU bisa membangun kesadaran jamaah,” ujarnya.

Senada dengan Dahnil, Ketua DPP LDII yang juga Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Sudarsono menegaskan sudah saatnya dakwah ekologis digencarkan, mengingat 12,7 juta hektare lahan kritis menunggu untuk dipulihkan. Ia mengingatkan bila bangsa Indonesia hari ini tidak menanam pepohonan, maka hanya akan menanam krisis yang akan dipanen di kemudian hari

“Pohon adalah mesin kehidupan. Ia menyerap karbon dioksida, menghasilkan oksigen, menjaga siklus air, dan menahan tanah agar tidak longsor. Tanpa pohon, banjir dan kekeringan akan menjadi bencana rutin,” kata Sudarsono yang juga pakar bioteknologi tanaman.

Pohon juga menjadi rumah bagi ribuan spesies flora dan fauna, menjaga keseimbangan ekosistem yang menopang kehidupan manusia. Islam mengajarkan menanam pohon merupakan sedekah, yang mendorong LDII melaksanakan program Go Green sejak 2007 dengan menanam jutaan pohon di Indonesia.

Menyikapi hal ini, LDII Jakarta menyerukan urgensi perluasan makna dakwah, dari sekadar mimbar agama menjadi aksi nyata penyelamatan lingkungan atau “Dakwah Ekologis”. Menurut Wakil Ketua DPW LDII Jakarta, Siham Afatta, Jakarta sebagai kota pesisir sangat rentan dalam menghadapi dua front krisis lingkungan: krisis perkotaan dan krisis pesisir.

Isu lingkungan kota besar seperti Jakarta masih didominasi oleh sampah yang tak terkelola—mulai dari pembakaran liar hingga sampah tak terkelola yang bocor ke tanah dan aliran air. Belum lagi emisi gas rumah kaca dari transportasi serta industri di kawasan penyangga (Bodetabek).

“Sementara di pesisir utara Jakarta, kita menghadapi abnormalitas penurunan tanah diantaranya sebab pengambilan air tanah berlebihan, yang diperparah kenaikan muka air laut dan banjir rob yang dipengaruhi perubahan iklim ,” papar Siham.

Kondisi ini, menurut Siham, berdampak langsung pada kerentanan masyarakat dan infrastruktur kritis penopang ekonomi dan aktivitas publik. Bencana banjir dan genangan di Jakarta bukan semata kegagalan hari ini , melainkan akumulasi dari ketidakmampuan kita bersama dalam mengemban amanah untuk menjaga alam dan ruang hidup kita.

Siham memandang bahwa Islam hadir sebagai sistem nilai yang relevan di setiap zaman. Dakwah yang selama ini kuat dalam akidah dan ibadah, perlu lebih dalam menyentuh ranah ekologis. Ia melihat konsep “wara” atau kehati-hatian spiritual sangat berkaitan dengan prinsip penjagaan lingkungan

“Dalam mengelola alam Jakarta, “wara” mengajak kita berhati-hati. Saat kita merubah fungsi dan ruang alam atau mengambil sumber daya alam mungkin tidak haram secara eksplisit, tetapi bisa menjadi mudharat jika membahayakan ekosistem apalagi berpotensi berdampak secara lintas generasi,” katanya.

Meskipun tantangan dakwah ekologis besar, mulai dari budaya konsumtif hingga anggapan isu lingkungan adalah urusan sekuler. Siham mengajak warga Jakarta untuk tidak menunggu kondisi yang ideal. Kesadaran harus dibangun dari bawah melalui perbuatan kecil, namun konsisten, sebagai sebuah ‘jihad’ ekologis yang mulia dihadapan Allah SWT.

LDII Jakarta sendiri telah berupaya menerapkan eco masjid di beberapa majelis taklim sebagai pilot project. Misalnya, pemilahan sampah organik dan anorganik, komposter dengan lalat Black Soldier Fly (fly), kegiatan pemilahan barang-barang bekas dan tak terpakai, kerjabakti, serta kegiatan lainnya. (*)

Related posts

Leave a Comment